Salah Singgah
Pak Umar tampak terburu-buru. Handphone, Map, Pena, semuanya
sduah siap. Sepertinya dia hendak ke kantor desa. Bajunya rapi, bersih, wangi
lagi. Bau parfumnya seperti anak-anak muda jaman skarang. Lama dia berdiri
didepan cermin. Tak lama kemudian tampak bibirnya tersenyum.
“Masih gagah
juga rupanya ya.” Katanya dalam hati.
Dia pun
langsung bergegas keluar. Ternyata baru ingat kalaw motornya baru saja dibawa
istrinya pergi ke pasar. Dia tak habis pikir. Terlintas dibenaknya pergi dengan
menggunakan angkot.
“Alamak
pakai angkot. Musim korona lagi. Tidak boleh dekat-dekat, harus jauh.”
Langsung langkahnya dipercepat menuju ke jalan Raya. Tapi
tiba-tiba pandangannya kabur. Tak jelas.
“Alamaaak....kacamata
ku tertinggal.” Katanya sambil tepuk jidat. Tapi dia tak perduli. Dia pun
melambaikan tangan, Angkot berhenti di depannya.
“Mau kemana
pak?” Tanya Supir Angkot
“Ke kantor.”
Jawabnya singkat
“Kantor
mana?” Tanya supir lagi.
“Ah....jangan
banyak tanya. Lanjut sajalah.” Pak Umar marah.
Supir pun terdiam. Dia melanjutkan perjalannanya. Semua
penumpang sudah turun satu persatu. Tinggal pak umar sendiri yang belum. Dia
ragu. Karna tak jelas yang ia lihat. Rasa sesal muncul karna kacamatanya
tertinggal.
“Pak..sudak
sampai.” Jawab supir.
“Ah..jangan
bohong. Ini bukan kartor desa.” Jawab Pak Umar takut dikerjain.
“Benar pak.”
Jawab Supir lagi.
“Ah..tidak-tidak.
Ini dekat puskesmaskan? Jangan bohongi saya. Lanjut.” Bentak pak Umar.
Supir tampak
ketakutan. Padahal itu sudah benar kantor desa. Tapi apa boleh buat, ia pun
melanjutkan perjalannannya. Tiba-tiba perutnya sakit hendak kentut. Tak tahan
lagi, kentutpun akhirnya keluar tak tertahan. Bau jengkol sangat menyengat.
Hidung pak umar tampak mengendus bau tersebut.
“Berhenti!
Stop...Stop!!!” Kata Pak Umar seraya melihat memastikan keluar sambil
mengosok-gosok matanya.
Supir terkejut dan langsung injak Rem. Dia heran mau ke
kantor desa tapi berhenti di tanah kosong.
“Kanapa
berhenti pak?” Tanyanya Heran.
“Ini baru
kantor desa.”
“Kenapa begitu
pak?” Tanyanya heran.
“Saya tau
dari baunya. Kantor desa dekat pasar.” Jelasnya tegas.
Supir itu hendak tertawa, tapi ditahannya agar tidak keluar.
Ketika pak umar hendak membayar, ia pun menolak, hitung-hitung sedekah. Pak
Umar merasa heran. Tapi beruntung juga, tak jadi keluar Uangnya. Ia pun
melanjutkan perjalannanya.
Selesai
Karya :
Mahar Al Malik
Komentar
Posting Komentar